Home Syariah KURMA Hukum PayLater Dalam Islam, Haram atau Halal?

Hukum PayLater Dalam Islam, Haram atau Halal?

0
10046
paylater
Ilustrasi Paylater Dalam Islam.

Sistem PayLater adalah cara pembayaran yang membuat aplikasi akan menalangi terlebih dulu pembayaran atau memberi pinjaman uang dengan cara elektronik. Sebenarnya konsep yang dimiliki PayLater hampir mirip dengan kartu kredit. 

Nantinya, kita akan dipinjami sejumlah dana oleh sebuah pihak dengan batasan limit untuk memenuhi kebutuhan kita. Biasanya, PayLater disediakan di berbagai situs jual beli online serta tidak menggunakan kartu kredit fisik. 

Lantas bagaimana hukum PayLater dalam agama Islam? PayLater dalam praktik muamalah jasa traveling, makanan hingga pengantaran menyerupai hukum fasilitas kartu kredit. 

Sekilas Mengenal PayLater

PayLater merupakan kata yang berasal dari Pay serta Later. Kata Pay memiliki arti membayar kemudian Later memiliki arti kemudian. Bila digabungkan, PayLater merupakan layanan pinjaman secara online yang tidak menggunakan kartu kredit. 

Layanan ini akan memudahkan konsumen untuk menggunakannya dalam waktu itu juga. Kemudian, nantinya konsumen akan membayar tagihan di kemudian hari.

PayLater dapat diartikan sebagai sebuah fasilitas keuangan yang memungkinkan metode pembayaran mencicil dan metode pembayaran yang ditawarkan banyak perusahaan digital. 

Baca Juga:
3 Layanan Paylater yang Sudah Terdaftar OJK

Pandangan Hukum PayLater Dalam Islam

Setidaknya, terdapat 4 pandangan hukum dari penggunaan PayLater dalam Islam, antara lain:

1. PayLater dihukumi riba

Saat seseorang menggunakan PayLater untuk membeli kebutuhannya, nantinya pihak provider dari platform PayLater akan memiliki peran sebagai yang menghutangi konsumen untuk kebutuhan menebus jasa atau barang yang dipesan. 

Adanya sayarat tambahan yang berlangsung di awal akad menjadikan akad tersebut masuk dalam golongan qardlu jara naf’an yakni utang dengan cara mengambil kemanfaatan. Utang dengan mengambil manfaat tambahan terhadap pokok harta utang adalah ciri khas dari riba qardi. 

Contohnya saja terdapat tambahan imbal hasil sebesar Rp10 ribu, atau 2.14% dari salah satu situs pemesanan jasa, hal tersebut sudah memenuhi unsur tambahan, sehingga menjadi riba yang diharamkan. 

2. PayLater dihukumi menggunakan akad Ijarah

Ijarah adalah akad sewa jasa yang disebabkan alat perantara antara konsumen dengan provider secara langsung, sebab tanpa keberadaan aplikasi, konsumen tidak dapat mengajukan pinjaman pada pihak provider. 

ولو أقرضه تسعين دينارا بمائة عددا والوزن واحد وكانت لا تنفق في مكان إلا بالوزن جاز وإن كانت تنفق برؤوسها فلا وذلك زيادة لأن التسعين من المائة تقوم مقام التسعين التي أقرضه إياها ويستفضل عشرة

 “Seseorang mengutangi rajul sebesar 90 dinar, namun dihitung 100, karena (harus melalui jasa) timbangan yang satu, sementara tidak ada jalan lain melainkan harus lewat penimbangan itu, maka hukum utangan (terima 90 dihitung 100) itu adalah boleh. Adapun bila 100 itu hanya sekadar digenapkan pada pokok utang (tanpa perantara jasa timbangan) maka tidak boleh sebab hal itu termasuk tambahan (yang haram). Karena bagaimanapun juga, nilai 90 ke 100 adalah menempati maqam 90, sementara 10 lainnya adalah tambahan yang dipinta.” (Al-Mughny li Ibn Qudamah, Juz 4, halaman 395).

3. PayLater dipandang dengan akad Bai’ bi al-Wafa

Hukum beli sekarang bayar nanti juga dapat dipandang dengan menggunakan akad bai’ bi al-wafa. Akad ini merupakan praktik jual beli yang dilakukan seseorang karena hajat yang tidak dapat dihindari sehingga membutuhkan orang ketiga untuk pihak perantaranya. 

4. PayLater dengan akad jasa mencarikan utang

Hukum PayLater berikutnya adalah menggunakan prinsip Ju’alah. Ju’alah ialah akad sayembara, sehingga seolah konsumen mengatakan pada provider jika ingin membeli barang atau jasa tersebut, namun dana yang dimiliki kurang, kemudian konsumen meminta utangan, dan akan diberi beberapa persen dari dana yang dibayar dalam satu tahun. 

Akad semacam ini merupakan akad sayembara dan tidak bisa disebut sebagai riba karena adanya wasilah barang, jasa, serta aplikasi. 

Sedangkan, fatwa MUI tentang PayLater dalam DSN-MUI No. 177/DSN-MUI/II/2018, terhadap pinjaman dana berupa uang elektronik, terdapat hal-hal dalam praktiknya tidak sesuai dengan prinsip syariah karena terdapat biaya tambahan dari cicilan selain itu juga terdapat biaya keterlambatan dari seluruh total tagihan. 

Keberadaan PayLater memang menjadi tuntutan kebutuhan zaman di era yang serba cepat seperti sekarang ini. Tetapi karena adanya unsur keharaman di dalam PayLater yang disebabkan karena utang antara konsumen dan provider, akan lebih baik jika penggunaan aplikasi ini ditimbang kembali. 

Sehingga, jika benar-benar darurat, kamu tidak perlu menggunakan PayLater. Jadi, sudah jelas bukan mengenai hukum PayLater? Jika kamu menginginkan suatu barang tertentu, kamu bisa mengumpulkan dananya terlebih dahulu. Kamu bisa kumpulkan sekaligus investasi di P2P Lending Amartha.

Keuntungan bagi hasil sampai 15% flat per tahun bisa kamu dapatkan untuk setiap mitra usaha UMKM yang kamu modalin. Kamu mengumpulkan dana untuk keperluanmu sekaligus memberdayakan UMKM di desa, keren banget, kan?

Yuk daftar sekarang!

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here