Kalau kita melihat stories teman-teman kita saat ini, pasti akan ada satu kesamaan. Akan terlihat teman kita sedang menggerakan jari-jarinya mengikuti gerakan lagu yang sedang diputar di dawai pintarnya. Atau ada juga yang sedang menari menggerakan kedua tangannya dengan jurus pamungkasnya mengoyangkan jari dari muka hingga kebawah.
Yang menjadi masalah adalah stories ini tidak hanyak dibuat oleh satu atau dua teman kamu tapi hampir 40% atau sebagian besar teman-teman kalian membuat video ini dengan lagu yang sama, gerakan yang sama dan juga menggunakan aplikasi yang sama, yaitu Tiktok
Apa yang terjadi di awal tahun 2020 ini sebenarnya sangat mengejutkan karena trend ini terjadi dalam waktu singkat dan sangat masif walaupun perkembangan aplikasi ini sudah diprediksi karena aplikasi ini sangat meledak di beberapa negara.
Sejarah Tiktok
Aplikasi ini diluncurkan pada tahun 2017 di China. Dan Tiktok sendiri merupakan hasil pengembangan oleh ByteDance dan juga perusahaan tersebut mengakusisi sebuah aplikasi karaoke bernama Musical.ly sehingga aplikasi ini ditutup dan fitur-fitur yang ada dimasukkan ke dalam aplikasi baru bernama Tiktok ini.
Seiring berjalannya waktu, aplikasi ini mulai digandrungi oleh banyak orang, terbukti pada tahun 2018 menurut data tech in asia dimana sudah terdapat 150 juta pengguna aktif harian Tiktok. Selain itu juga mereka menduduki top five ranking app in the “video players and editors” category on Google Play di 17 negara. Dan juga menduduki peringkat pertama di Thailand, Filipina, Malaysia dan Vietnam.
Kontroversi
Tentu masih lekat di ingatan kita tentang fenomena Bowo “Alpenlibe” dimana ada sesosok remaja yang membuat video dan dalam sekejap digandrungi oleh para remaja usia 11-15 tahun dengan alasan karena muka mas Bowo yang enak dipandang alias tampan.
Karena para pemakai dari aplikasi ini kebanyakan adalah mereka yang masih berusia sekolah yang rata-rata masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga aplikasi ini sempat diblokir oleh pemerintah.
Alasannya saat itu adalah aplikasi ini sarat dengan konten pornografi, dan juga tidak mendidik bagi para penontonnya yang rata-rata masih di usia belia. Dan waktu 2018, Mantan Wali Kota Bandung yang sekarang menjadi Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, berujar ” Jangan sampai regulasi kalah oleh kecepatan teknologi. Ini menjadi buktinya ( Bowo Alpenlibe),” ujarnya waktu itu menanggapi fenomena Tiktok ini.
” Jangan sampai regulasi kalah oleh kecepatan teknologi. Ini menjadi buktinya (Bowo Alpenlibe),” Ridwan Kamil, 2018
Aktif Dengan Influencer
Meskipun gejolak Tiktok sebenernya sudah mulai terlihat di tahun 2019 ketika muncul fenomena lagu “Entah Apa” yang aslinya dinyanyikan oleh band Ilir 7 ramai dimainkan dalam aplikasi tersebut, tidak lupa juga dengan tarian – tarian yang menjadi ciri khas dari aplikasi ini. Tahun 2020 ini mereka semakin mengembangkan segmen pasar mereka.
Tidak lama kita lihat di media sosial para selebriti Indonesia mulai ikut berpartisipasi dalam aplikasi ini. Kapan lagi kita melihat artis idaman kaum Adam seperti Dian Sastro dan Luna Maya asik menari di aplikasi tersebut. Tidak lupa juga ada sang komika terkenal Raditya Dika juga ikut menggoyangkan badannya mengikuti lagu yang sedang ramai dimainkan di aplikasi tersebut.
Meskipun kita belum tahu apakah para artis ini dibayar untuk menggunakan aplikasi ini, paling tidak sekarang sudah banyak mata masyarakat mulai tertarik untuk bermain dengan Tiktok. Hal ini dapat dibuktikan dengan hingga akhir tahun 2019 kemarin sudah diunduh sebanyak 738,5 juta kali.
Tidak hanya masyarakat umum, beberapa perusahaan pun sudah mulai melakukan investasi dengan beriklan melalui Tiktok. Mereka pun pada akhirnya mengikuti tren yang sedang terjadi yang pada akhirnya adalah target market mereka.
Dengan maraknya orang-orang dengan mudah beralih tren aplikasi, sangat dinantikan apakah tren Tiktok ini dapat bertahan lama? Atau akan ada aplikasi baru lainnya yg muncul untuk meramaikan persaingan aplikasi media sosial ini? Pada akhirnya dengan tren-tren media sosial ini, kita semakin sadar bahwa masyarakat Indonesia sangat erat dengan budaya narsis.